Konflik Tambang Pasir Mamuju Tengah Menelan Korban, Hervhol : Perlunya Tata Kelola SDA yang Berkeadilan

SANDEQ.CO.ID, Polman -– Aksi penolakan warga terhadap aktivitas penambangan pasir di Mamuju Tengah yang berujung pada korban jiwa menyoroti kegagalan tata kelola sumber daya alam (SDA) ketika aspek sosial dan lingkungan diabaikan. Herman Kadir, aktivis sosial dan juga Tenaga Gubernur Sulawesi Barat, menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak agar eksploitasi SDA tidak lagi mengorbankan masyarakat dan ekosistem.

“Konflik ini menunjukkan betapa pendekatan tambang yang eksploitatif tanpa kajian mendalam hanya akan memicu ketegangan sosial dan kerusakan lingkungan,” tegas pria yang lebih akrab disapa Hervhol ini dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).

Hervhol menilai, aktivitas penambangan semestinya diawali dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang komprehensif, tidak hanya mengejar aspek ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosial, ekologi, dan keberlanjutan hidup warga.

“AMDAL tidak boleh sekadar formalitas. Komisi Penilai AMDAL harus bekerja secara independen dan melibatkan partisipasi masyarakat,” ujarnya.

Sayangnya, dalam kasus Mamuju Tengah, proses ini dinilai lemah, sehingga memicu resistensi warga yang merasa hak-haknya diabaikan.

Menurut Hervhol, gelombang penolakan juga dipicu oleh minimnya sosialisasi dan transparansi informasi dari perusahaan maupun pemerintah.

“Jika sejak awal ada dialog terbuka tentang risiko dan manfaat tambang, mungkin konflik bisa dicegah,” katanya.

Ia menekankan, prinsip free, prior, and informed consent (FPIC) harus diterapkan, di mana masyarakat diberi hak untuk mengetahui, memberi masukan, bahkan menolak proyek yang mengancam penghidupan mereka.

Hervhol mengingatkan, meski izin tambang mungkin dikeluarkan oleh pemerintahan sebelumnya, pemerintah Sulawesi Barat saat ini wajib melakukan audit menyeluruh terhadap legalitas dan dampak operasi tambang.

“Jangan sampai ada pembiaran yang berujung pada konflik berulang,” tegasnya.

Ia juga mendorong penguatan pengawasan masyarakat terhadap aktivitas tambang, termasuk pemantauan kepatuhan perusahaan terhadap batas wilayah, volume galian, dan mitigasi lingkungan.

“Masyarakat bukan penghalang pembangunan, tapi mitra yang harus dilindungi hak-haknya,” tandasnya.

Hervhol menegaskan, asas manfaat pertambangan harus dirasakan langsung oleh warga, baik melalui lapangan kerja, pembangunan infrastruktur, maupun jaminan pemulihan lingkungan.

“Jika yang terjadi hanya
kerusakan dan konflik, untuk apa tambang diteruskan?”

Pemerintah daerah diminta segera mengambil langkah tegas, baik dengan meninjau ulang izin, mediasi konflik, atau menghentikan sementara operasi tambang hingga ada solusi berkeadilan.

“Korban jiwa harus jadi titik balik untuk mengubah paradigma pengelolaan SDA di Mamuju Tengah,” pungkas Hervhol.(rls)

Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed