Diduga Dikriminalisasi, Anggota KPU Mateng, Imran Tri Kerwiyadi Angkat Bicara : “Sarat Kejanggalan”

SANDEQ.CO.ID, Mamuju Tengah — Proses hukum yang menyeret salah satu anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamuju Tengah, Imran Tri Kerwiyadi, menuai sorotan luas. Berbagai indikasi kejanggalan dalam penanganan kasus ini menguatkan dugaan adanya kriminalisasi terhadap penyelenggara Pemilu.

Imran akhirnya angkat bicara menanggapi penetapan dirinya sebagai tersangka atas dugaan keterlibatan dalam penggunaan ijazah palsu oleh bakal calon Bupati Mamuju Tengah, Haris Halim Sinring. Penetapan ini dinilai janggal dan sarat dengan muatan politis. Ia menyatakan bahwa seluruh proses verifikasi dokumen pencalonan dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan berkas yang secara administratif sah.

“Saya tidak memiliki keterlibatan apapun dalam penerbitan maupun keabsahan ijazah milik Haris Halim Sinring. Tugas kami di KPU adalah memverifikasi dokumen berdasarkan aturan yang berlaku, bukan menjadi penyidik keaslian ijazah,” tegas Imran dalam pernyataannya kepada Sandeq , Kamis, (10/4).

Lebih lanjut, ia menilai penetapan tersangka terhadap dirinya merupakan upaya pembunuhan karakter dan bentuk nyata kriminalisasi terhadap penyelenggara pemilu.

“Saya merasa ini adalah bentuk intimidasi yang ingin melemahkan independensi KPU. Seharusnya yang diperiksa adalah pihak yang menerbitkan ijazah atau yang menggunakan, bukan kami yang hanya memverifikasi secara administratif,” ujar Imran.

Ia juga mengungkapkan bahwa selama ini dirinya telah bekerja profesional dan menjunjung tinggi integritas lembaga. Imran mengaku siap menghadapi proses hukum, namun tidak akan tinggal diam jika terdapat upaya menjadikannya kambing hitam atas persoalan yang bukan tanggung jawabnya.

“Saya menghormati proses hukum, tapi saya juga punya hak untuk membela diri dan membongkar semua fakta. Kasus ini akan saya lawan, bukan untuk kepentingan pribadi, tapi demi menjaga marwah penyelenggara pemilu,” pungkasnya.

Imran dalam keterangannya jyga menyampaikan bahwa kasus ini bermula dari laporan Bawaslu Mamuju Tengah pada 22 November 2024 yang menyoroti dugaan pelanggaran oleh bakal calon Bupati, Haris Halim Sinring. Anehnya, dalam pembahasan bersama Gakkumdu, justru seluruh ketua dan anggota KPU Mamuju Tengah ikut diseret atas dugaan meloloskan calon yang dianggap tidak memenuhi syarat ijazah pendidikan terakhir,

“Kasus ini bermula dari laporan Bawaslu Mamuju Tengah pada 22 November 2024 yang menyoroti dugaan pelanggaran oleh bakal calon Bupati, Haris Halim Sinring. Anehnya, dalam pembahasan bersama Gakkumdu, justru seluruh ketua dan anggota KPU Mamuju Tengah ikut diseret atas dugaan meloloskan calon yang dianggap tidak memenuhi syarat ijazah pendidikan terakhir”.

Puncaknya, hanya satu dari lima anggota KPU, yakni Imran Tri Kerwiyadi, yang kemudian dijadikan tersangka tunggal oleh Polres Mamuju Tengah melalui surat penetapan tertanggal 15 Desember 2024. Hal ini bertentangan dengan hasil kajian dan pembahasan Gakkumdu sebelumnya yang menyatakan bahwa terlapor adalah seluruh ketua dan anggota KPU.

Proses hukum yang menimpa Imran dinilai tidak mengikuti aturan main sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Peraturan Bersama Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Pemilu oleh Sentra Gakkumdu. Berkas perkara bahkan telah dua kali ditolak oleh Kejaksaan Negeri Mamuju, namun tetap dipaksakan untuk dilanjutkan ke tahap pengadilan.

Kejanggalan-kejanggalan yang Disorot :

  1. Imran satu-satunya yang dijadikan tersangka dari lima anggota KPU Mamuju Tengah.
  2. Harusnya tidak hanya Imran yang di tetapkan tersangka, karna faktanya ada 2 Komisioner KPU lainnya yaitu Alamsyah (Ketua KPU Mateng), dan Sirul Alimin M.Nur (Anggota KPU Mateng) serta 1 Komisioner Bawaslu atas Nama Muhammad Syarif Muhayyang yang langsung datang meminta klarifiksi dan keterangan di Sekolah (SMKN 3 Makassar) terkait yang mengeluarkan Ijazah tersebut
  3. Kasus sempat berhenti karena ditolak oleh Jaksa, lalu tiba-tiba diaktifkan kembali melewati batas waktu penanganan.
  4. Tidak ada permintaan pembahasan ulang ke Bawaslu setelah batas waktu sebagaimana diatur Perber No. 5/2020.
  5. Penyidik memanggil dan menyerahkan Imran ke Kejaksaan meskipun secara prosedural telah terjadi pelanggaran tata waktu penanganan kasus.
  6. Harusnya penyedik mempertersangkakan Pihak sekolah yang mengeluarkan Ijazah tersebut.

Berangkat dari sejumlah kejanggalan ini, banyak pihak mempertanyakan independensi penegakan hukum dalam proses Pilkada utamanya Polres Mamuju Tengah. Kasus ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi penyelenggara pemilu yang sedang menjalankan tugas konstitusionalnya.

Pihak keluarga, kolega, dan berbagai elemen masyarakat sipil menyerukan penghentian kriminalisasi terhadap penyelenggara Pemilu, serta menuntut penegakan hukum yang adil, akuntabel, dan sesuai prosedur. (rls)

Editor : Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *