Maulid Bernuansa Mandar di Tanjung Priok: Napak Tilas Nabi dan Jejak Budaya

Berita41 Dilihat

Tiupan angin dari laut Tanjung Priok pagi itu membawa aroma khas kampung halaman. Di sebuah sudut kota yang hiruk-pikuk, masyarakat Mandar di rantau berkumpul merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW di Lapangan Air Baja, Penjaringan, Jakarta Utara (Minggu, 16/11/25).

Kegiatan yang mentradisi itu tak hanya mengenang kelahiran Rasulullah sang penutup para Nabi, tetapi juga merawat persaudaraan dan menghidupkan kembali jejak budaya leluhur Mandar di tanah perantauan. Rangkaian pengukuhan BPW-KWMSB DKI Jakarta salah satu cara menjaga persatuan dan merawat budaya Mandar

Terpajang rapi pohon pisang yang dihiasi warna warni telur menancap di batangnya. Di bawah ada tiri’, sebutan untuk nama kado besar berhias yang berisi makanan. Menyaksikan itu, terpatri di relung hati, kesadaran mulai menemui titik kulminasi bahwa bingkai kebudayaan yang mentradisi dengan semua pernak-perniknya tak ubahnya seperti casing yang membingkai makna.

Apa pun dan bagaimana pun tampilan luar, ia hanyalah ekspresi kecintaan kepada Baginda Nabi. Ekspresi boleh berbeda-beda, namun eksistensi Cinta tetap satu kepada sosok yang satu. Jawa mengekspresikan dengan nasi tumpeng, endog-endogan dan nasi ingkung. Di Bugis dan Makassar ada Maudu’ lompoa.

Sekaten di Jogjakarta dan Surakarta, ngunjung muludan di Jawa Barat, di Sumatera Barat ada Ngarot sedekah, adat sasak di Lombok, maulid keraton di Banten dan Palembang. Di Mandar kita mengenal Saeyyang Pattu’du pohon pisang, tiri’ dan telur berhias.

Masih banyak ekspresi kecintaan di nusantara kepada Nabi Muhammad. Seperti pemuda yang sedang jatuh cinta, cinta yang dirasakan oleh semua makhluk itu satu, namun ada yang mengekspresikannya dengan mawar atau mahar, atau risalah-risalah puisi.

Tak banyak tokoh yang biografinya ditulis setebal dan sedetail Nabi Muhammad SAW. Di hadapan jamaah maulidiyyah, Ketum BPP-KKMSB, Muhammad Zain mengingatkan bahwa setiap lembar sejarah Rasul adalah cermin yang seharusnya memantulkan teladan dalam kehidupan sehari-hari.

“Tidak ada manusia yang direkam begitu lengkap selain Nabi,” gumamnya.

Dua simbol tradisi Mandar dalam perayaan Maulid menyimpan makna yang dalam. Pohon pisang, yang akan terus tumbuh hingga berbuah, adalah metafora perjuangan yang tak pernah berhenti. Itu juga ajaran Nabi.

“Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan hasil”. “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok pagi”.

Sedangkan telur melambangkan persatuan, yaitu pengingat bahwa di mana pun orang Mandar berada, tangan mereka selalu terulur untuk membantu sesama, spirit ini juga sesuai dengan ajaran Nabi dalam Haditsnya.

“Janganlah kalian saling membenci, mendengki, membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara atau Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan, yang satu menguatkan yang lainnya”.

Muhammad Zain menerangkan pentingnya ittiba’ kepada Nabi, sebagai orang Mandar di rantau, nilai-nilai keteladanan Nabi wajib terpatri dalam warisan tradisi dan petuah leluhur. Para orang tua Mandar, memikul tugas menjaga warisan nilai-nilai keberanian, kejujuran, dan ketangguhan yang telah melekat pada suku ini sejak puluhan generasi.

Dari lisan Ketum BPP-KKMSB, nama Prof. Baharuddin Lopa pun melintas pagi itu. Mantan Jaksa Agung, simbol integritas, yang dijuluki Mr. Clean. Cerita-ceritanya kembali dihidupkan, keberaniannya menegakkan hukum meski harus berjalan sendirian, keteguhannya pada prinsip, petuahnya yang terkenal. Meskipun langit runtuh besok, hukum harus ditegakkan. Sosok Lopa kembali dipinjam sebagai cermin karakter orang Mandar.

Di akhir acara, di antara wangi kue tradisional dan riuh tawa anak-anak, muncul sebuah seruan:

“Diaspora Mandar di Jakarta tak lupa pada tanah asal. Kontribusi bagi pembangunan Sulawesi Barat, termasuk penguatan masyarakat nelayan, menjadi pesan yang ditekankan. Ekonomi biru dan ketahanan pangan dua agenda utama dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dianggap bisa menjadi pijakan kerja bersama”.

Maulid di Tanjung Priok itu bukan sekadar perayaan, melainkan jembatan antara masa lalu dan masa depan. Sebuah pengingat bahwa identitas, seperti pohon pisang di tengah jejeran tiri’, harus terus tumbuh dan berbuah meski jauh dari tanah kelahiran. Semua nilai-nilai kebaikan itu tidak terlepas dari kepribadian Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *