Polewali Mandar, SANDEQ.CO.ID – Penjabat (Pj) Bupati Mamasa, DR. Zain silaturahmi ke sahabat lamanya Sayyid Fadhl Al-Mahdaly (Imam Masjid Agung Syuhada) Kabupaten Polewali Mandar, Sabtu (16/3/2024).
Selain itu, DR. Zain juga dipersilahkan untuk menyuguhkan Ceramah Agama malam ke-6 Ramadhan (Sebelum Sholat Tarwih) di Masjid yang diimami sahabat seperguruannya itu.
DR. Zain menyampaikan, dari Maroko sampai Merauke seluruh tanah yang didiami Umat Islam, pasti Allah memuliakan dan sudah memberikan rezekinya masing-masing. Lalu mengapa mayoritas negara Muslim terbelakang dan tidak berdaya. Apa yg salah?
“Pada masa Renaisans Islam. Umat Muslim Menguasai Ilmu, sains sampai menguasai sepertiga dunia. Bahkan disebut the bridge of Civilization in the World (jembatan peradaban dunia),” ucap Zain di atas Mimbar.
Menurutnya, hari ini kita sulit menemukan Negara superpower dari latar belakang Islam. Begitu Banyak hadiah Nobel diterima orang barat, bukan orang Islam. Terakhir kita mengenal pemenang Nobel Fisikawan pertama di dunia Abdussalam, Nobel Perdamaian Yasser Arafat dan Dr. Naguib Mahfoudz, sastrawan Kairo Mesir penerima nobel Bidang Sastra. saati ini pemenang Nobel percaturan keilmuan dunia umat muslim sudah tidak kita temukan.
Lalu apa yg salah pada diri kita? Apa yang keliru Di dunia Islam? Mari kita mulai dari kata Snouck Hurgronje, DR. Zain mengutipnya “Dunia politik itu Najis, siapa yg memasuki itu berarti dia seperti anjing”
“Dari statement ini, mengarahkan Ulama hanya untuk mengurus masjid, hanya menulis kitab dan berdakwah. Sehingga dunia politik tidak akan pernah diisi oleh orang-orang yang jujur, adil, berintegritas dan Amanah, jauh dari spirit keislaman,” sambungnya.
Masih dalam Ceramahnya, DR. Zain menyampaikan, Kurikulum Pendidikan nasional harus dikoreksi dan dibenahi. Sejatinya tidak mengenal dikotomi ilmu, antara ilmu agama ( al-‘ulum al-diniyah) dan Ilmu umum (al-‘Ulum al dunyawiyah). Ilmu itu terintegrasi, tidak dikotomis.
Umat Islam juga harus meraih kunci-kunci peradaban dengan menguasai sains dan teknologi, sebagaimana pencapaian ilmuan muslim abad tengah sampai abad 15 Masehi.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya?”
Dikutip dari Karya Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, jika ditambahkan huruf ta pada kata “liyatafaqqahu” maka mengandung arti usaha keras (Irodhah Jiddiyah), dengan keberhasilan usahanya itu, para pelajar yang berusaha keras ini akan menjadi pakar-pakar dalam bidangnya, namun juga disertai pemahaman agama yang mumpuni (At-Taubah:122)
Zain melanjutkan, Agama tidak boleh dikesampingkan dalam setiap aktivitas kehidupan. Agama mesti hadir di ruang Peradaban. Peradaban terbaik yang pernah ada itu dibangun oleh Nabi di Madinah dengan konsep Piagam Madinah. Selain Nabi sebagai Politisi ulung, Beliau juga seorang pemimpin Agama dan Legislator handal.
“Kita mesti menyiapkan generasi yang tidak hanya faham Agama namun juga ahli dalam sains dan ilmu pengetahuan. Mereka mau jadi apa saja dipersilahkan, petani, pengusaha, politisi, seniman, penulis, bahkan pejabat Negara, jika Agamanya baik, maka seluruh lini kehidupan juga akan baik,” tutupnya.