Indahnya Berikatan, Secercah Surat Cinta Untuk Kakanda

Oleh : Nur Ihsan Wanandi, SH

Mamuju, SANDEQ.CO.ID – Dunia organisasi merupakan kondisi dimana setiap orang membangun komitmen dalam mencapai tujuan bersama. Kondisi dimana seseorang menjadi pribadi yang semakin dewasa dalam menghadapi problem sosial ditengah masyarakat. Kehadiran seorang sebagai organisatoris tentu sangat dirindukan kehadirannya ditengah masyarakat untuk mengabdikan diri di semua sisi baik dari sisi spritual (keagamaan), intelektual (keilmuan), humanitas (kemasyarakatan).

Ketiga hal itu menjadi dasar pokok perjuangan yang sering disebut tri kompetensi dasar dalam berorganisasi di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Sehingga, tidak jarang kita jumpai dalam diri setiap kader IMM mempunyai ciri khas tersendiri dalam mengembangkan potensi dirinya melalui IMM.

Hal yang paling spesial adalah kondisi dimana para kader dilahirkan untuk dipersiapkan menjalankan misi keummatan dan bangsa. Dalam setiap proses kaderisasi yang dilakukan agar sedini mungkin kader mampu menyadari eksistensi diri agar mampu menyesaikan persoalan baik untuk diri maupun ditengah masyarakat.

Hal itupun sering dilakukan dalam setiap diskusi dan kajian diantara para kader dan pengurus yang mengakibatkan terjalinnya komunikasi dan penguatan karakter sehingga tidak jarang pula banyak lahir kader-kader yang militan.

Salah satu bentuk, kecintaan serta keharmonisan yang terjadi ketika para kader telah menemukan jati dirinya. Hal ini membuat para kader merasa bangga dengan wejangan yang diberikan oleh para senior yang akrab disebut dengan Kakanda. Sapaan ini tentu tidak asing lagi terutama dalam dunia organisasi kemahasiswaan termasuk juga di IMM itu sendiri.

Berikut adalah secercah catatan singkat yang dituliskan oleh IMMawan Ihsan Al-Fatih kepada salah satu kakanda yang menginspirasi dalam hidupnya.

Teruntuk Kakandaku
By IMMawan Ihsan Al-Fatih to IMMawan Irwan

Ba’da salam teriring doa dan semangat selalu kupanjatkan kehadapanmu wahai kakanda.

Kepada hujan yang telah menyirami lalu membasahi bumi dan kepada pelangi yang telah sudi hiasi mendungnya langit yang suram, rapuh dan tertatih.

Usai hujan lalu pelangi itu adalah engkau wahai Kakandaku

Kakanda…
Tanpa mengurangi rasa hormatku padamu. Sejujurnya, ingin kusampaikan rasa kagum ini untukmu. Namun karena mulut tak mampu, biarlah pena ini yang menuliskan rasaku tentang sosokmu.

Tapi sadar betul bahwa penaku ini tak mungkinlah mampu lagi sanggup menuliskan semua kebesaran dan kemegahan akhlak dan budimu.

Diam, namun menghanyutkan. Sederhana, tapi mempesona. Santai tapi menepati.

Sabar, peduli dan ta’at kepada azas Ketuhanan yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.

“Dinda, Ilmu itu sejatinya diamalkan. Ia akan rusak dan membusuk bila tak diabdikan dan kau ajarkan kepada sesamamu. Serupa air yang jernih, bila tak mengalir akan menghitam lalu menjadi sumber penyakit.”

Pesanmu yang kuabadikan sangat rapih terikat erat dalam benak dan buku harianku.

Kakanda…
Ruang-ruang imajinasi dan inovasi tentang beberapa hal telah pernah kita diskusikan bersama.

Tentang tugas sebagai mahasiswa, pendidikan dan pengajaran, penelitian serta pengabdian pada masyarakat, tentang problematika ummat dan bangsa.

Juga tentang Rasa tentunya.

Teruntuk aku yang pernah patah dalam perihal cinta.
Menunggu dalam kuatnya pengharapan lalu dihancurkan dengan ganasnya ditinggalkan.

Namun, serumit dan sesukar apapun pembahasan dan masalah yang disajikan, kakanda selalu mampu menjadi oase di tengah kegersangan dan kehausanku tentang berbagai persoalan.

llmukah itu, ataukah pengalaman dan juga persoalan romantika senja yang tak tahu dimana tempat untuk berlabuh.

_“Kesendirian menjaga iman lebih mulia daripada bersama namun tak saling menghalalkan.”

Kau pesankan baik-baik perkara rasa itu padaku.

Kakanda…
Sadarku, selaku insan yang berlumur khilaf dan teledor diri meminta maaf!!

Tentulah selama mengenalku ada tindak-tanduk yang tidak berkenan dihati. Ucapan yg mungkin mencakar perasaan, sikap kekanakan, jahil, malas, pembohong yang menjengkelkan itu.

Teruntukku menjadi adindamu diikatan merah maron terkasih. Diri terlalu sering melupakan amanah, mengingkar janji dan sering membuat kecewa, menyakiti, mencemooh, dan terlalu sering melanggar janji dan baiat itu.

Sungguh amat zalim dan bodoh.

Kakanda…
Terakhir, sebelum kusudahi secercah suratku ini. Izinkanlah adindamu ini memberi persaksian.

*”Jikalah ada seribu saksi yang menyatakan dirimu itu pahlawan, maka pastikanlah diantaranya ada aku. Jikalah ada seratus saksi yang mengatakan dirimu itu pahlawan, maka yakinilah diantaranya ada aku. Jikalah ada sepuluh orang yang menyatakan dirimu itu pahlawan, maka yakinilah diantaranya pasti ada aku dan jikalah ada satu orang yang mengatakan dirimu adalah pahlawan maka pastikan itu adalah aku.

Selalu ada cinta yang kupanjatkan karena cinta perjuangan itu dikumandangkan..!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *