Berbekal Pengalaman dalam Dunia Batik, Dr. Asriaty Alda Zain kini mengembangkan batik Khas Mamasa

Mamasa, SANDEQ.CO.ID – Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Kabupaten Mamasa dikenal dengan dedikasinya terhadap gerakan Literasi dan pelestarian budaya, kini menghadirkan sesuatu yang unik, batik khas Mamasa. (Senin, 10/06/24)

Ketua Dekranasda Mamasa, Dr. Asriaty Alda Zain mengungkap bahwa batik bukan sekadar kain dengan pola indah, tetapi merupakan simbol kekayaan budaya dan warisan leluhur yang mesti dirawat.

“Batik tidak hanya menggunakan pewarna alami dari tumbuhan lokal dan motif-motif yang terinspirasi dari alam dan budaya masyarakat Mamasa, namun setiap helai batik mempunyai filosofi kehidupan dan kisah mendalam,” kata Asriaty via WhatsApp

Menurutnya, Motif geometris yang terinspirasi dari rumah adat Banua Sura’, setiap goresannya adalah cerminan identitas Mamasa. Harapan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan memperkenalkan keindahan dan keunikan batik Mamasa ke dunia luar.

Setiap helaian batik tidak hanya dipandang sebagai karya seni, tetapi juga bukti cinta dan kebanggaan terhadap tanah kelahiran, ikut memperkaya khazanah warisan bangsa. Dekranasda di bawah kepemimpinan Asriaty terus menenun mimpi-mimpi indah melalui setiap helaian batik.

“Gagasan ini muncul ketika melihat berbagai pameran batik khas nusantara di berbagai event Nasional. Saat itu juga ketika berkenalan dengan pengrajin Batik di Solo, Pekalongan, Yogyakarta, Cirebon dan Madura. Dari pengalaman itu, saya mulai memperkenalkan Batik Sulbar dengan perpaduan nilai budaya Mandar, serta terinspirasi oleh kekayaan flora dam Fauna di Sulbar,” tambahnya.

Sekitar 3 tahun lalu, lanjut Asriaty, di Jakarta ada pameran yang dimotori oleh Pemda Sulbar di gedung UMKM Jakarta, pertama kalinya batik AQF diperkenalkan, ternyata menjadi primadona. Sejak itulah, Asriaty menekuni dan mencetuskan batik AQF yang dimulai dari rumah kediamannya di Legoso Permai, Ciputat hingga mendirikan Rumah Batik AQF di Manding Polewali.

“Semua ini saya lakoni karena kecintaan kepada budaya Mandar yang unik. Saya terus mengasah dan mengupgrade kreativitas dalam dunia batik, terus belajar dengan membaca berbagai literatur batik. Batik khas nusantara, batik Malaysia, batik Singapura, batik China, dan sebagainya,” imbuh dia.

Sejak kecil keahlian Asriaty sudah terlihat dalam kegemarannya menggambar dan melukis disamping kecintaannya terhadap sastra puisi dan cerpen. Dalam pengakuannya, khusus batik dilakoninya secara otodidak, tidak melulu keinginan berbisnis meraup keuntungan, lebih utama tuntuk memperkenalkan budaya Mandar yang dicintainya lewat batik.

Alasan lainnya, karena keprihatinan Asriaty terhadap nasib para pembatik di pedesaan yang sedang di-PHK masa Covid 19 melanda. Ia bertemu dengan para pembatik di rumah-rumah sederhana di pinggiran kota pulau Jawa.

“Terkadang batik yang dirancang para pembatik hanya bergelantungan di bawah pohon pekarangan. Mereka tidak punya toko untuk menjual batiknya. Dari situlah perbincangan hangat dimulai dan batik AQF lahir dari keresahan itu, kini Batik AQF menjadi representasi batik khas budaya Sulbar yang murah meriah,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *